Melalui Bidikmisi, Berikan Secuil Aksi Untuk Negeri.



Nama saya Rio Pratama, mahasiswa program studi pendidikan sejarah FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Beragama Islam, berusia 19 tahun dan berwarganegara Indonesia, saya merupakan mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi pada tahun 2015 di Universitas Tanjungpura Pontianak.
Saya merupakan satu dari ribuan mahasiswa beruntung yang ada diseluruh wilayah Indonesia dimana dapat mengenyam pendidikan di Universitas Negeri tanpa harus memikirkan biaya kuliah yang sudah tentu berat untuk golongan keluarga menengah kebawah layaknya keluarga kami. Jika saja saya tidak menerima beasiswa mungkin saja saya tidak tahu bagaimana rasanya menyandang predikat sebagai mahasiswa.
Menjadi mahasiswa penerima beasiswa miskin tidaklah membuat saya minder dengan keadaan. Walaupun ada beberapa pihak yang mendeskriminasikan tentang perbedaan strata ekonomi antara mahasiswa umum dan mahasiswa-mahasiswa penerima beasiswa seperti saya. Justru, ejekan dan cemoohan oranglah yang membuat saya bangkit dan berusaha sebaik mungkin dalam membenahi diri agar dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan.
Saat ini saya duduk pada semester ke dua, pada awal masa kuliah saya rasakan begitu berat karena merupakan masa transisi dari Sekolah Menengah Atas atau SMA menjadi mahasiswa di perguruan tinggi. Hal tersebut diperparah dengan anggapan susahnya mendapatkan nilai aman di Universitas. Ditambah lagi target yang di tetapkan oleh Community Development and Outreaching Universitas Tanjungpura (Comdev Untan) selaku badan yang mengurusi perihal bidikmisi di Universitas Tanjungpura yang mewajibkan mahasiswa penerima bidikmisi minimal memperoleh IPK 3.00 disetiap semesternya jika tidak ingin beasiswa nya dicabut dan digantiakn oleh mahasiswa miskin berprestasi lainnya.

Mengingat pentingnya beasiswa dalam melanjutkan masa studi, membuat saya menambah intensitas waktu belajar setiap harinya. Setidaknya dua kali seminggu pergi ke perpustakaan baik diwilayah kampus, universitas, perpustakaan daerah bahkan perpustakaan kota yang ada di Kota Pontianak baik untuk mencari referensi dalam mengerjakan tugas kuliah maupun hanya membaca buku guna menambah pengetahuan.
Dari menambah intensitas waktu belajar tersebut membuat saya merasa cukup berhasil dalam bidang akademik pada semester pertama kuliah. Hal tersebut dibuktikan dengan IPK yang saya raih cukup memuaskan dan melampau target yang saya pribadi maupun Comdev Untan berikan. Walaupun bukan angka 4.00 yang saya peroleh melainkan hanya 3,73 namun saya sudah cukup merasa puas dalam pencapaian pertama ini. Terlebih angka 3.73 menjadi angka tertinggi ke dua di kelas Pendidikan Sejarah.
Menjadi mahasiswa, terlebih mahasiswa dengan predikat penerima beasiswa miskin membuat sadar bahwa kuliah tidaklah sebatas dalam ruangan segi empat saja. Masih banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan guna mendorong kompetensi diri baik dalam bidang akademik maupun dalam bidang organisasi. Mahasiswa perlu mengenal banyak orang, memiliki pengalaman yang luas dan memiliki link yang banyak yang salah satunya dapat digunakan sebagai acuan kelak dalam dunia kerja. Maka, selain tergabung secara aktif dalam Himpunan Mahasiswa (HIMA), saya memutuskan untuk bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Mimbar Universitas Tanjungpura.
Memiliki peran dalam menjadi seorang jurnalis kampus membuat saya banyak mengenal banyak orang-orang besar di wilayah Universitas. Menjadi pribadi yang lebih berani serta dapat memberikan gebrakan untuk Universitas. Hal tersebut di realisasikan dengan tulisan-tulisan dalam mengkritisi kebijakan fakultas maupun universitas yang dianggap keliru. Walaupun nada sensi sering terdengar kepada para jurnalis kampus dan lembaga yang kami ikuti terkait tulisan yang mengkritisi tentang suatu kebijakan. Namun, sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya dimana dapat menuliskan sebuah fakta akan kejadian yang pada dasarnya saya tujukan untuk kemajuan Universitas yang lebih baik kedepannya.
Selain mengejar prestasi akademik dan tergabung aktif dalam organisasi di Universitas Tanjungpura. Saat ini saya juga menjabat sebagai Runner Up 1 Duta Pendidikan FKIP Universitas Tanjungpura tahun 2016, selain itu saya juga menjabat sebagai Duta Persahabatan FKIP Universitas Tanjungpura 2016. Kedua gelar ini saya dapatkan setelah mengikuti ajang pemilihan Duta Pendidikan FKIP Universitas Tanjungpura dalam Pekan Raya Pendidikan 2016.
Yang saya pahami menjadi seorang duta terlebih dalam bidang pendidikan bukan hanya sebatas memakai selempang dan berdiri membawa piala kemenangan. Menjadi seorang yang dipercayai menjadi seorang duta berarti perlu melakukan aksi nyata demi dunia pendidikan yang lebih baik. Menurut saya, berbagi tidaklah harus dengan materi dan dengan kuantitas yang serba besar. Membagikan ilmu sedikit ilmu yang saya miliki kepada anak-anak di Kalimantan Barat yang saya temui merupakan sebuah kebanggan tersendiri yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Mengingat berbagai macam permasalahan pendidikan di Kalimantan Barat baik berupa masalah desentralisasi yang mempengaruhi akses kehidupan lainnya dalam hal pendidikan seperti kurangnya kuantitas guru pengajar, SDM guru yang kurang kompeten dan terkesan acuh dalam mendidik, hingga masalah sarana-prasarana sekolah di Kalimantan barat yang kurang memadai sehingga mempengaruhi kualitas hasil pendidikan di Kalimantan Barat.
Dari situlah tantangan dalam mengemban gelar sebagai duta pendidikan di Universitas terbaik di pulau Kalimantan di uji. Maka saat ini, selain menjalani keseharian sebagai mahasiswa biasa terlebih masih semester ke dua, saya juga aktif melakukan kegiatan yang bertemakan pendidikan di beberapa Kabupaten di Kalimantan Barat.
Seseorang pernah bertanya “mengapa hanya beberapa, mengapa tidak semua kabupaten saja?,” . Saya menjawab “ Saya ingin, namun akses nya sangat sulit.” .  Yang harus kita fahami bersama bahwa Kalimantan Barat bukanlah layaknya kota semaju Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Akses antar daerah di Kalimantan Barat sulit baik karena faktor jarak dan rusaknya jalan hingga pola menyebar masyarakat di daerah pedalaman yang sulit di jangkau. Saya sering berfikir, hal semacam ini yang membuat sarana dan prasarana pendidikan sangat kurang dan mempengaruhi kualitas pendidikan tentunya.
Menyiasati permasalahan pendidikan tersebut, saya berfikir perlu adanya aksi kecil yang harus saya lakukan terlebih dengan gelar saya sebagai Duta Pendidikan. Maka dari itu selain kuliah, tidak jarang saya mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan positif dalam bidang pendidikan.
Sesekali saya mendatangi sekolah di beberapa desa untuk berbagi sedikit pengetahuan yang saya miliki tentang pendidikan yang saya miliki, bahkan sesekali ada sekolah yang meminta saya untuk menjadi pengajar bantu di sekolah tersebut dan sesekali saya juga mengadakan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan di sekolah-sekolah dalam strata Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Adapun sekolah-sekolah tersebut seperti SD Negeri 38 Merah Air, Kabupaten Sekadau yang letaknya pada daerah masyarakat transmigrasi dengan akses jalan dan akses komunikasi yang sangat kurang memadai, SMP Negeri 3 Sekadau, hingga SD-SMP satu atap di Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau yang akses nya sangat jauh dari pusat kota kabupaten.
Aksi-aksi kecil yang bisa saya lakukan saya dedikasikan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia khususnya wilayah Kalimantan Barat. Namun yang paling saya banggakan atas semua yang telah saya ceritakan diatas tetaplah satu hal. Bukan karena saya memiliki gelar sebagai Duta Pendidikan, bukan pula karena saya bisa sedikit memberikan kontribusi untuk dunia pendidikan di Kalimantan Barat. Melainkan saya adalah mahasiswa yang dapat memperoleh dan melakukan semua itu lantaran saya adalah penerima beasiswa miskin berprestasi atau Bidikmisi.
Maka dari itu, saya ucapkan terima kasih banyak kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemenristek Dikti, Comdev Universitas Tanjungpura dan semua pihak yang telah membantu saya dalam menerima beasiswa bidikmisi tersebut. Karena sekali lagi saya jelaskan bahwa saya adalah mahasiswa beruntung dari Kalimantan Barat yang dapat merasakan pendidikan di Universitas Negeri tanpa harus memikirkan biaya kuliah yang tentu terasa berat untuk keluarga menengah kebawah layaknya keluarga kami.



Tidak ada komentar