BujangAdau - Pagi
itu begitu indah, cahaya matahari menerobos dari sela pepohonan dengan cahaya
khas nya yang kekuningan. Diiringi semilir angin yang lembut, burung-burung pun
tak henti berkicau sahut-sahutan. Ramai sekali!
Pada
zaman dahulu tersebutlah sebuah kampung yang makmur ditepian sungai Sekadau.
Banyak orang yang hidup dengan sangat berkecukupan. Hidup mereka amatlah mudah,
apapun yang mereka kehendaki pasti akan terturuti dengan banyak nya harta yang
mereka punya.
Sayang
beribu sayang, karena kekayaan ini mereka tumbuh menjadi pribadi yang kurang
baik. Setiap hari, mereka selalu menghabiskan waktu dengan bersenang-senang.
Dengan demikian merekapun menjadi amatlah sombong serta tidak peduli dengan
penduduk lain yang sedang membutuhkan bantuan.
Diantara
banyaknya orang kaya, di kampung tersebut hiduplah pula sebuah keluarga yang
amat miskin. Rumahnya di ujung kampung dan sangat sederhana. Pekerjaan
sehari-hari mereka adalah mencari ikan di muara sungai Sekadau. Ikan yang
mereka dapat akan mereka barter dengan beras dan kebutuhan lainnya. Namun, jika
sedang tidak beruntung karena tidak memperoleh ikan maka mereka harus rela
menahan lapar.
Hidup
diujung kampung membuat mereka tertinggal dari informasi dan hiburan. Hingga
pada suatu hari, merekapun berjalan-jalan menyusuri jalanan kampung sejenak
untuk menghibur diri dengan melihat pemandangan hutan dipinggiran sungai yang
indah.
“Pak, ternyata indah juga kampung
kita ya, hutannya masih rimbun dan masih banyak hewan-hewan berkeliaran,” ucap
sang anak kepada bapaknya.
“Tentu saja, maka dari itu kita
wajib menjaga nya agar hutan ini tetap lestari sehingga anak dan cucu mu kelak
juga dapat ikut merasakannya,” jawab sang ayah pelan.
Di
dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu dengan seorang nenek tua. Ia
tertunduk lemas dibawah pohon ditengah hutan, pakaiannya amatlah usang dan
tidak mengenakan alas kaki. Karena merasa iba, merekapun menghampiri nenek
tersebut.
“Ada apa gerangan nenek berada
disini, apakah ada yang bisa kami bantu,” ucap sang anak lirih.
“Nenek lapar, sudah beberapa hari
ini belum makan. Sudikah kalian memberi nenek sedikit makanan. Nenek amatlah
lemah,” jawab nenek tua itu.
Mendengar
jawaban tersebut, merekapun menjadi iba. Di buka nya bungkusan makanan yang
mereka bawa, dalam hati sang anak sebenarnya sedikit berat untuk memberikan
makanan tersebut pada si nenek. Namun, dengan sabar sang bapak meyakinkan
anaknya untuk ikhlas menolong kepada yang lebih membutuhkan.
Memberikan
pengertian untuk saling menolong selalu sang bapak berikan kepada anak nya. Ia
berharap agar sang anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan peka
terhadap sesama. Baginya, berbagi adalah sebuah kewajiban, meskipun sebenarnya
mereka juga sama-sama membutuhkan.
Setelah
membantu nenek tua tersebut, merekapun melanjutkan perjalanan. Menyusuri
indahnya hutan dengan nyanyian burung-burung yang merdu. Hingga akhirnya,
mereka tiba disebuah lapangan yang cukup luas. Lapangan ini kerap digunakan
sebagai pusat kegiatan penduduk kampung. Tak lama beristirahat, tiba-tiba
terdengar suara dari tengah lapangan memberi pengumumuman dan pendudukpun datang
mendekat.
“Aku mengundang seluruh penduduk
kampung untuk datang kerumah ku untuk merayakan pesta. Aku akan
menyelenggarakan pesta besar-besaran selama tiga hari tiga malam terhitung dari
mala mini,” ungkap orang kaya dengan diiringi tawa lebar dari mulutnya.
Mendengar
pengumuman tersebut, pendudukpun riang gembira. Dengan adanya pesta, mereka
dapat sepuasnya bersenang-senang menghibur diri, menari dan menikmati berbagai
hidangan yang pastinya lezat dan mengenyangkan. Kebahagiaan ini turut dirasakan
oleh si miskin yang juga ada di lapangan tersebut karena dengan menghadiri
pesta berarti mereka juga dapat turut memakan hidangan yang lezat sepuasnya.
Tak
lama berselang, penduduk pun pulang kerumahnya masing-masing untuk bersiap-siap
menghadiri undangan pesta tadi. Begitu pula dengan si bapak dan anak yang
rumahnya di ujung kampung. Mereka juga pulang untuk membersihkan diri dan
selanjutnya bersiap-siap menghadiri pesta.
Matahari
mulai tenggelam.sinar nya perlahan redup ditelan gelapnya malam. Ketika hendak
bergegas pergi ke pesta, sang anak ternyata tertidur lelap di kamarnya yang
sederhana. “Sepertinya anak ku kelelahan setelah tadi berjalan-jalan,” gumam si
bapak dalam hati. Karena tidak tega membangunkan anaknya, ia pun pergi ke pesta
seorang diri.
Untuk
mengurangi rasa takutnya menyusuri jalanan hutan, ia membawa hewan peliharaannya.
Dingin nya malam yang gelap gulita membawa langkah kaki hingga sampai ke lokasi
pesta. Banyak orang sudah berkumpul disana mengenakan pakaian dan perhiasan
yang serba mahal. Tidak dengan dirinya yang datang seadanya ditemani hewan
peliharaan.
Ketika
baru sampai, belum sempat mencicipi hidangan lezat seperti yang ia bayangkan.
Ia justru memperoleh perilaku tidak mengenakkan dari para tamu yang hadir.
“Hahaha… Hei orang miskin, tidakkah
kau malu datang kemari. Lihat pakaian mu yang lusuh itu, kau sama sekali tidak
pantas berada di sini,” ucap seorang tamu sambil tertawa.
“Hei orang miskin, untuk apa kau
datang kemari membawa hewan yang kotor itu. Ini pesta besar, untuk apa ada
hewan jelek seperti itu ada disini. Kau dan peliharaan mu sama saja menjijikannnya,”
sahut tamu yang lain disusul tertawaan seluruh tamu yang hadir.
Mendengar
cacian itu, ia pun menjadi murka. Emosi nya memuncak sejadi-jadinya.
Kemarahannya tidak dapat lagi terbendung. Dengan tegas iapun lalu menyatakan
kemarahannya kepada semua orang yang telah mencela ia dan hewan peliharaannya
tadi.
“Demi Tuhan, sebentar lagi kalian
semua akan merasakan hukuman yang setimpal atas apa yang telah kalian perbuat,”
tegasnya. Dahulu, di Sekadau terdapat pantangan untuk siapa saja dilarang untuk
menertawakan binatang. Barang siapa yang melakukan maka akan mendapatkan
balasan yang setimpal.
Setelah
ia mengucapkan kata-kata itu, langitpun berubah semakin gelap, angin bertiup
amatlah kencang, hujan badai sahut-sahutan sambil diiringi gelegar petir yang
menyambar. Hingga puncaknya, sebuah petir menyambar tempat pesta tersebut dan
seketika merubah semuanya menjadi batu, dari kejadian tersebut tempat itu
diberi nama Batu Tinggi.
sejarah selalu indah untuk dipelajari
BalasHapusKarena sejarah adalah guru kehidupan. terima kasih sudah berkunjung.
HapusApa bedanya batu tinggi dan batu kenyalau?
BalasHapusBatu Tinggi Yak Di Somak Pasar Kalo Kenyalau Di Jalan Tabjung
HapusMenarik sekali kisahnya..👍👍👍
BalasHapus