Sumber : Damaiindonesiaku.com
BujangAdau - Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dimana
didalamnya terdiri atas suku, bangsa, adat istiadat, dan agama. Keberagaman ini
adalah wujud kekayaan bangsa Indonesia yang wajib kita jaga bersama. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik serta berada di kawasan Asia
Tenggara. Keindahan Indonesia ditambah dengan gugusan kepulauan yang jauh
membentang dengan kuantitas kurang lebih 17.000 km persegi dengan
luas daratan 1.922.570 km persegi dan luas perairan 3.257.48 km pesegi serta
membentang dari Sabang hingga Merauke, serta Kalimantan Barat berada
diantaranya.
Kalimantan Barat merupakan satu dari puluhan provinsi di
Indonesia. Provinsi yang beribu kotakan Pontianak ini terdiri dari 14 kabupaten
yang membentang dari hulu ke hilir. Selain itu, Kalimantan Barat juga merupakan
provinsi yang memiliki adat dan kebudayaan serta kebebasan dalam memeluk agama
dengan sistemnya sendiri.
Berbicara mengenai Kalimantan Barat, masyarakat di
Indonesia pasti akan berasumsi dengan kuantitas pemeluk agama Kristiani yang
lebih banyak mengingat masyarakat asli pulau Kalimantan adalah masyarakat
bersub-suku Dayak. Suku Dayak merupakan sebagian bangsa Proto Malayan atau
salah satu suku tertua yang memiliki ras mongoloid di Indonesia. Di Kalimantan
Barat sendiri, mayoritas suku dayak beragama kristiani.
Namun, pernyataan ini dapat di tepis melalui data Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Barat yang di update pada
31 Desember 2015 dimana menempatkan agama Islam sebagai pemeluk agama terbesar
di Kalimantan Barat tersebut. Adapun hasil data update BPS
Provinsi Kalimantan Barat tersebut menempatkan agama Islam sebagai jumlah
terbesar yaitu berjumlah 3.168.911 jiwa, Kristen 601.440 jiwa,
Khatolik 1.188.794 jiwa, Hindu 3.436 jiwa, Budha 344.939 jiwa, Khonghucu 11.838
jiwa dan Kepercayaan lainnya berjumlah 4.627 jiwa.
Walaupun menempatkan Islam sebagai jumlah penduduk
Kalimantan Barat terbesar, namun kehidupan beragama di Kalimantan Barat penuh
dengan toleransi antar satu sama lain. Kehidupan sosial dan ekonomi berjalan
lancar dan rasa saling menghormati antara satu pemeluk agama dengan agama yang
lain sangat kentara dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun berbeda keyakinan, masyarakat di Kalimantan Barat
dapat menyesuaikan diri satu sama lain sehingga sangat jarang terdengar kabar
perihal konflik agama. Walaupun dalam praktiknya konflik serupa perseturuan
antara Fron Pembela Islam (FPI) dan Masyarakat Dayak maupun penolakan akan
Gerakan Fajar Nusantara (Gafathar) di Kalimantan Barat memang pernah terjadi.
Namun, masalah tersebut dapat terselesikan dengan solusi terbaik.
Toleransi dalam keberagaman hidup beragama di Kalimantan
Barat memiliki banyak bukti konkret, beberapa bukti tersebut baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun dalam bentuk bangunan peribadatan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, penduduk saling bekerja
sama, saling hormat menghormati, dan saling bantu membantu dalam segala aspek
kehidupan yang membuat kehidupan beragama berjalan dengan kondusif. Dalam
perayaan hari besar keagamaan, agama lain turut membantu dan menyukseskan
kegiatan, misalnya perayaan hari raya Imlek yang ada di Kota Singkawang yang
juga turut disukseskan oleh masyarakat dari agama lain. Begitupun dengan
perayaan hari raya Idul Fitri ataupun Natal di Kalimantan Barat tampak sangat
harmonis dimana masyarakat saling berkunjung satu sama lain tanpa memandang
perbedaan keyakinan antara satu dan lainnya.
Dalam bentuk bangunan peribadatan, wujud toleransi
keberagaman beragama di Kalimantan Barat dapat dilihat dengan banyaknya
bangunan peribadatan yang letaknya berdekatan namun tetap tanpa adanya gesekan
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Di salah satu pusat Kabupaten Kota
Singkawang. Walaupun disebut pula dengan Kota Seribu Klenteng karena kuantitas
penduduk beragama Konghucu lebih banyak serta bangunan Vihara dapat di temui
hampir disemua sudut kota, terdapat pula bangunan peribadatan etnis Tionghoa
yang umurnya sudah ratusan tahun yaitu Vihara Tri Dharma Bumi Raya yang menjadi
ikon kota Singkawang yang sudah dibangun sejak tahun 1920 bersebelahan dengan
Masjid Raya yang sudah dibangun sejak 1885 yang membuat kota
Singkawang di Kalimantan Barat ini disebut pula sebagai kota paling toleran di
Indonesia versi Setara Institute pada tahun 2015.
Pada salah satu kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Sanggau,
terdapat pula Vihara Tri Dharma yang bersebelahan dengan masjid Al-Ikhlas yang
diperindah dengan ketaknya yang berada di pinggiran Sungai Kapuas. Letaknya
yang tepat bersebelahan tidak membuat munculnya suatu perpecahan, kehidupan
beragama dan kehidupan sosial masyarakat lainnya berjalan apa adanya tanpa
adanya konflik yang mengatasnamakan suku maupun agama.
Hal serupa juga nampak pada salah satu sudut Kota
Pontianak yang menempatkan Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) dengan
Masjid Nurbaitillah yang kurang lebih sudah 15 tahun berdampingan dan hanya
dipisahkan oleh pagar 2,5 meter. Dikutip dari TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, Tina warga
setempat yang menganut agama islam menyatakan selama ia tinggal di samping
masjid itu, tidak pernah ada konflik satu sama lain. “Selama ini belum ada
konflik, bahkan kalau perayaan natal, yang jaga parkir umat muslim di sini, kalau
halaman gereja tak cukup untuk parkir, kami menyediakan parkir di
halaman masjid,” katanya, Jumat (20/2/2015)
Masih di Kota Pontianak, tepatnya di Jalan Adisucipto
Kabupaten Kuburaya terdapat pula sebuah masjid yang bersebelahan dengan Pura
Adi Mullawarman yang menjadi tempat peribadatan umat Hindu. Sama seperti
wilayah lainnya, tidak pernah ada unsur persinggungan agama di wilayah ini
mengingat warganya saling menghargai kepercayaan yang di anut masing-masing.
Mustafa selaku masyarakat mengatakan bahwa letak masjid dan pura yang
bersebalahan tidak mempengaruhi proses masyarakat dalam beribadah karena
masyarakat saling menghargai. Selain saling berbagi lahan parkir layaknya di
Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) dan Masjid Nurbaitillah, masyarakat
juga dapat menerima dan menghormati dengan baik ketika masing-masing jemaah
masjid dan penganut Hindu sedang beribadah. Atas berdasarkan banyaknya
pertimbangan, maka pada tahun 2015 pun Setara Institute turut menempatkan
Pontianak sebagai satu dari sepuluh kota paling toleran di Indonesia layaknya
Kota Singkawang.
Yang lebih menarik adalah, walaupun Kalimantan Barat
disebut pula dengan Tanah Borneo atau “Tanahnya Orang Dayak” namun Maarif
Institute Center menempatkan Kota Pontianak yang tidak lain sebagai ibu kota
Provinsi Kalimantan Barat sebagai urutan ke lima Kota Islami di seluruh
Indonesia dari 29 kota yang diteliti.
Melalui gambaran kehidupan sosial masyarakat dan penempatan
bangunan peribadatan masing-masing kelompok masyarakat beragama yang letaknya
berdekatan namun tanpa adanya gesekan sosial satu sama lain, merupakan bukti
konkret dalam menghargai keberagaman kehidupan beragama dengan dasar toleransi
yang tinggi pada masyarakat di Kalimantan Barat.
Terima kasih yang sudah berkunjung.
BalasHapuskeren bang
BalasHapus