sumber : Kaharsan |
BujangAdau -Matahari baru menampakkan wujudnya dengan diiringi dinginnya kabut yang mulai menepi perlahan-lahan, suara kokokan ayam sudah sejak tadi terdengar pertanda bahwa hari sudah mulai pagi. Diiringi dinginnya angin, kicauan burung pun mulai terngiang di telinga siapapun yang mendengarnya menandakan malam telah berlalu.
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda tua yang sudah lama
ditinggal mati suaminya, dalam keseharianny ia ditemani ketiga putra yang
sangat ia sayangi. Tersebutlah mereka si Sulung, Tengah dan Bungsu yang hidup
dengan rukun serta rajin membantu ibunya. Itulah yang membuat sang ibu sangat
menyayangi mereka bertiga.
Tinggal di desa membuat ketiga saudara ini dekat dengan
alam, banyak kebutuhan sehari-hari yang mereka ambil dari hutan yang saat itu
masih sangat asri serta terjaga. Sementara untuk mata pencaharian sehari-hari,
mereka menggantungkan diri dengan menggarap ladang seperti mayoritas masyarakat
desa lainnya.
Dahulu, sebelum sang bapak meninggal. Mereka rutin mengurus
lading bersama, namun seiring waktu yang terus berlalu, bapak yang mereka
sayangi telah meninggalkan dunia untuk selamanya. Begitupun dengan sang ibu
yang usianya sudah mulai renta sehingga tidak kuat lagi untuk bekerja sehingga
mengurus kebun menjadi tanggung jawab tiga saudara tersebut.
Matahari semakin meninggi.
Setelah selesai mematikan tungku untuk memasak, dengan masih disertai kepulan
asap dari corong dapur sang ibu memanggil tiga saudara untuk diajaknya sarapan
bersama.
“Makanan
sudah siap, kemarilah nak. Kita sarapan bersama,” panggil sang ibu.
“Iya
bu,” jawab ketiga anaknya hampir bersamaan.
Seusai sarapan, ibu
menyiapkan bekal makanan untuk dimasukkan ke dalam takin agar dibawa
anak-anaknya yang sudah siap berangkat ke ladang untuk mengurus kebun. Bekal
inilah yang akan mereka makan ketika lelah berkebun nanti.
Seperti biasa, sebelum
anak-anaknya berangkat berkebun. Sang ibu selalu memberikan nasehat kepada
anak-anak yang sangat ia sayangi tersebut.
“Jangan
terlalu getol bekerja nanti, jika kalian lelah maka beristirahatlah terlebih
dahulu. Jangan pulang terlalu sore nak, itu berbahaya,” cakap sang ibu
mengingatkan.
“Baiklah
bu, akan kami mengingat pesan ibu,” jawab si Bungsu dengan sopan.
Selanjutnya mereka berpamitan
dan meninggalkan rumah menuju kebun. Di jalan mereka lalui dengan bersenda
gurau bersama. Melewati pematang sawah dan rimbunnya pohon tengkawang yang
rimbun di sisi kanan dan kiri jalan serta aliran sungai dan indahnya air
terjun.
Sesampainya di ladang, mereka
pun membagi pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing. Si Bungsu menanam karet,
si Tengah mencabuti rumput yang mulai meninggi disekitar batang padi serta si
Bungsu menanam ubi yang tinggal sedikit akibat seringnya dipanen untuk
dikonsumsi.
Matahari kian meninggi,
panasnya mulai terasa tak nyaman ditubuh. Si Bungsu yang sudah lelah
beristirahat di gubuk kecil di lading sembari menikmati bekal yang disimpan
dalam takin tadi. Ia pun memanggil kedua abangnya untuk beristirahat bergabung
bersamanya.
“Kemarilah
bang, matahari sudah terik. Ayo beistirahat” teriak si Bungsu.
Si
Tengah mendekat menghampiri adiknya, “Sedapnya ubi rebus bekal dari ibu ini,
apalagi jika dinikmati dikala lelah semacam ini,” timpalnya sambil tersenyum.
“Kemarilah
bang, beristirahatlah sejenak. Tinggalkan saja dulu tanaman karetmu itu. Kau
pasti lelah,” tambah si Tengah.
“Baiklah,”
Jawab si Sulung sambil tersenyum menghampiri kedua adiknya,”
Di gubuk tersebut, mereka
menikmati bekal dari sang ibu. Di iringi semilir angin dan kicauan suara
burung. Mereka bercengkrama dan bersenda gurau bersama melepas lelah setelah
seharian bekerja diladang.
Terlebih dahulu si Sulung dan
Si Tengah kembali ke pekerjaannya masing-masing. Sementara si Bungsu masih
berada di dalam gubuk. Tak lama, si Bungsu berseru.
“Bang,
matahari sudah mulai tenggelam. Tidakkah engkau belum ingin kembali pulang?”
Tanya si Bungsu kepada kedua abangnya.
“Pekerjaan
ku hampir selesai, pulanglah duluan dan aku akan menyusul setelah ini,” jawab
si Sulung yang sedang asik menanam karet.
Begitupun dengan si tengah
yang sedang asik mencabut rumput, “Akupun demikian, sayang jika harus ku ulangi
pekerjaan ini esok hari. Pulanglah duluan,” jawab si Tengah pula.
“Baiklah,”
kata si Bungsu seraya berjalan pulang menuju rumahnya.
Di dalam perjalanan pulang,
si Bungsu melewati sungai untuk membersihkan diri dan sekedar membasuh muka. Di
lihatnya wanita berambut indah yang tengah mencuci kain. Lantas si Bungsu pun
dengan sopan menegurnya.
“Sedang
apa engkau,” Tanya si Bungsu.
“Sosah kain,”
jawab wanita tersebut. Dalam bahasa Sekadau, sosah artinya
mencuci. Si Bungsu pun lantas berjalan pulang tanpa bertanya lagi kepada wanita
tersebut.
Tak lama, si Sulung yang juga
membersihkan diri selesai berladang di sungai tersebut pun melakukan hal yang
sama. Namun dengan kembali tidak menoleh, sang wanita itupun hanya menjawab
“sosah kain” dengan singkat. Si Sulung pun melanjutkan perjalanan pulangnya.
Hari sudah semakin
gelap, tinggallah si Tengah seorang diri yang berjalan pulang dari lading. Ia
pun juga membersihkan diri dan membasuh muka di tempat yang sama. Seperti kedua
saudaranya, si Tengah juga melihat wanita berambut indah tersebut masih mencuci
kain dibawah derasnya gemericik air terjun.
Dengan suasana hari yang
sudah gelap, dengan berani si Tengah menghampiri wanita tersebut dan
menegurnya. “Sedang apa engkau, sudah gelap begini masih disini,” kata si
Tengah penasaran.
“Sosah kain”, jawab
wanita tersebut, namun bedanya wanita ini menjawab dengan menolehkan
wajahnya. Rupanya aneh menyerupai seekor kucing dan sangat menyeramkan. Dengan
panik dan ketakutan yang tak terhingga si Tengah mencoba melarikan diri. Namun
karena kekuatan wanita itu, si Tengah menghilang dan tidak diketahui keberadaannya
setelah itu.
Konon, setelah kejadian
itu. Masyarakat menyebut Air Terjun tempat sang wanita berambut indah mencuci
dan hilangnya si Tengah sebagai Air Terjun Sosah Kain atau
dalam bahasa Indonesia Air Terjun Cuci Kain.
Kini, air terjun ini dapat
kita temukan di Desa Tembaga, Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau.
Kalimantan Barat.
Postingan nya bagus jadi tahu asal mula nama air terjun cuci kain
BalasHapuskalau tertarik harus langsng berkunjung kak
Hapussangat menarik terima kasih artikelnya bagus
BalasHapussiap, senang rasanya jika bermanfaat begini
HapusSukaa sekali dengan artikel ini
BalasHapusterima kasih bang
Hapusdi Sekadau ada air terjun sebagus ini ya, kapan2 bawa kami ke sana
BalasHapussiap laksanakan, semakin rame semakin bagus
HapusBang, ijin! Boleh aku jadikan sebuah konten di youtube?
BalasHapusHalo, silahkan. Mohon menyertakan sumber ya kak :)
HapusSiap bang, selalu 🙏
HapusSemoga sukses mas 🙏🤲
https://youtu.be/-m_mVMjcE2U
BalasHapus