Prraaaanggg ...
Suara piring pecah itu sungguh menyesakkan
gendang telinga Ari, seorang anak muda belia yang belum banyak mengenal dunia.
Perawakannya tegap dan agak tinggi, ia ramah dan mudah tersenyum. Namun,
pertengkaran ibu dan ayahnya sore itu hanya dapat membuatnya menangis. Ia ingin
berontak dan menolong ibu yang dianiaya ayah, tapi apa daya ia tak sanggup.
Kondisi rumah tangga orang tua Ari
memang sudah lama tidak karuan, ibu dan ayahnya sering bertengkar karena sebab
yang beragam. Terkadang mereka kembali akur, mungkin karena malu kepada anak
dan tetangga. Tapi, tidak perlu waktu lama pertengkaran bisa kembali terjadi.
Mungkin itu yang namanya dilema dalam rumah tangga, entahlah siapa yang tahu?
Ari sebenanarnya memiliki saudara
kandung, namanya mas Adi. Ari sangat menyayanginya, tapi mas Adi tidak selalu
berada dirumah karena jarak sekolahnya yang cukup jauh dari rumah. Mas Adi
adalah seorang siswa SMK yang letak sekolahnya jauh di kota dan ia harus
indekost serta pulang ketika libur panjang saja.
Sejak menempuh pendidikan dasar. Ari
terkenal cukup pandai, disetiap akhir semester ia selalu rangking kelas, begitu
pula saat ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Selama 3 tahun
berturut-turut, Ari selalu menjadi juara 2 dikelasnya. Bahkan, pernah sekali
karena jarak nilai yang hanya selisih 1 point dari juara pertama. Ari turut
memperoleh penghargaan sebagai juara umum di sekolahnya pada urutan kedua pula.
Selain berprestasi dalam bidang
akademik, Ari juga dikenal rajin mengaji. Bahkan ia ditunjuk mewakili
sekolahnya untuk mengikuti lomba cerdas cermat Pendidikan Agama Islam tingkat
kabupaten dan memperoleh juara pertama. Selanjutnya, Ari mewakili kabupatennya
ketingkat provinsi.
Selama bertahun-tahun sebisa mungkin
Ari berusaha untuk terus berprestasi dan menganggap semua baik-baik saja. Namun
sulit, kondisi keluarganya semakin hari semakin kacau saja. Ayah dan ibu Ari sangat sering berkelahi dihadapannya. Ari bersedih,
namun ia hanya dapat berdiam diri saja.
Sebenarnya Ari terlahir dari keluarga yang cukup secara materi. Namun semua sirna dengan kelakuan ayah yang suka berjudi dan main perempuan. Entahlah, namun kabar angin selalu berkata demikian. Banyak harta benda dijualnya ayah, tanah dan kebun dijualnya, harta benda lain juga begitu. Bahkan, ayah tega menggadaikan sertifikat rumah. Entah untuk apa semua uang tersebut, namun yang pasti sejak saat itu masalah ekonomi perlahan bermunculan. Kondisi keluarga semakin kacau karena terlilit hutang.
Ayah Ari semakin berulah saja, ia
lupa tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Semua diurus ibu, bahkan
hutang-hutang pun jadi tanggung jawab ibu. Untunglah ibu Ari ialah wanita yang
kuat dan sabar walaupun didalam hatinya luka pasti dirasakan. Untuk dapat
menyambung hidup, ibu Ari menjadi seorang pedagang di kota yang jaraknya sangat
jauh dari rumah. Setiap hari ia hilir mudik, ia berangkat pukul 02.00 subuh dan
biasa kembali pada sore hari jika dagangannya sudah habis terjual. Ia memang
wanita kuat, semua orang salut padanya.
“Bu,
aku peringkat 2 lagi,” ucap Ari pada suatu malam pada sang ibu sambil
tersenyum.
“3
tahun peringkat 2 terus ya. Jadi, mau lanjut ke SMA atau SMK?” ibu bertanya.
“SMA
saja ya bu” balas Ari pelan
“Nggak
SMK aja, biar bisa langsung kerja setelah lulus nanti?” kata ibu
“SMA
saja ya bu,” balas Ari lagi
“Yasudah,
mana yang baik buat kamu saja,” pungkas ibu
Semua berjalan begitu saja, setelah
lulus dari SMP Ari melanjutkan ke salah satu SMA Negeri di kabupaten, jaraknya
cukup jauh dari rumah apalagi mengingat letak rumah Ari yang ada pada sebuah
dusun. Dahulu, orang tua Ari merupakan warga transmigrasi sehingga wajar saja
jika letak kampung penempatannya berada ditengah hutan. Akses jalannya juga
sangat jelek karena harus berbagi dengan sebuah perusahaan sawit.
Setiap hari, Ari ke sekolah
menggunakan sepeda motor. Ia enggan untuk indekost karena khawatir dengan
ibunya di rumah. Di sekolah barunya, Ari juga terus berusaha untuk terus
berprestasi, ia bertemu teman-teman baru yang senantiasa dijadikan sebagai
tempat berbagi cerita.
Ia juga sangat aktif dalam
berorganisasi. Saat masih kelas X saja, ia sudah dipercaya menjadi Wakil Ketua
MPK di sekolahnya. Selain itu, ia juga turut bergabung dalam ekstrakurikuler
pramuka, Rohis dan juga English Club.
Begitupun pada tahun-tahun selanjutnya, Ari mengabdikan dirinya pada organisasi
Osis dari kelas XI hingga XII dengan posisi sekretaris. Sedangkan organisasi
yang lain, sudah pasti tetap ia lanjutkan.
Ari yang sangat menyukai mata
pelajaran sejarah juga dikenal cukup pandai di sekolah. Selama 3 tahun menempuh
pendidikan di SMA, hanya sekali Ari meleset dari peringkat 10 besar. Sejujurnya
salah satu penyebabnya ialah karena kondisi keluarganya yang tak kunjung
membaik. Ari sempat stres dan menjadi sosok yang murung. Namun itu tidak
berlangsung lama karena ia tidak ingin ibu nya bersedih. Selebihnya, saat duduk
dikelas XI dan XII, Ari selalu masuk peringkat 3 besar.
Ari tumbuh menjadi sosok yang
periang, ia selalu menunjukkan bahwa semua baik-baik saja. Ia ingin melewati
hari-hari dengan tertawa dan melupakan semua masalah yang ada dan ia yakin jika
ia bisa.
***
Kegundahan terjadi pada Ari dipenghujung
masa SMA nya. Sebagai seorang anak yang tinggal di sebuah dusun, akses untuk
mendapatkan informasi dunia perkuliahan sangat sulit didapat karena tidak ada
koneksi internet untuk mencari informasi. Bahkan, di dusun tempat Ari tinggal
juga hanya beberapa orang saja yang saat itu kuliah, dapat dihitung jari lebih
tepatnya.
Semua Ari lakukan saat sedang berada
disekolah karena letaknya yang berada di kabupaten. Bahkan, Ari tak sungkan
berangkat pagi pulang petang hanya untuk mendapatkan koneksi internet.
“Kamu
tetap mau jadi jurnalis setelah ini,” kata Vera teman sebangku Ari di sekolah.
“Entahlah,
tergantung rezeki saja Ver” balas Ari pasrah
Walaupun menyukai sejarah,
sebenarnya cita-cita Ari ialah menjadi seorang jurnalis. Ia mengagumi profesi
jurnalis karena dapat memberikan informasi kepada banyak orang. Menurutnya,
menjadi seorang jurnalis juga berarti dapat menjadi sebuah sarana kontrol
sosial. Setidaknya paham itu ia peroleh dari menonton berita di TV. Jauh
sebelum ujian nasional dilaksanakan, sejujurnya Ari sudah diterima pada salah
satu universitas swasta di Jakarta program studi ilmu komunikasi. Tapi, biaya
yang tinggi membuat ia membatalkan itu semua. Ia tidak ingin merepotkan ibu
ditengah kondisi keluarga yang kacau itu.
“Lantas
apa yang kau kejar setelah lulus Ri,” Vera bertanya
“Mengejar
pelangi Ver,” jawab Ari sigap
“Pelangi?”
Vera penasaran
“Iya
pelangi. Untuk dapat terlihat indah, pelangi harus melewati proses hujan dan
pembiasan. Prosesnya panjang, tapi akhirnya indah dan penuh warna. Setelah ini
tinggal ku jemput pelangiku,” jawab Ari dan disambut senyum manis Vera.
Vera paham betul maksud Ari, cara Ari menjemput pelangi ialah dengan
terus berusaha menjadi anak yang berprestasi, dan untuk waktu dekat setelah
lulus SMA nanti, pelangi yang akan dikejar Ari pastilah beasiswa karena Ari pernah
bercerita akan hal tersebut.
Vera ingat betul perkataan Ari tempo
hari, jika saja ia tidak mendapatkan beasiswa setelah lulus ini, mungkin Ari
tidak akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ia tidak akan tau
rasanya jadi seorang mahasiswa dengan jaket almamater kebanggaan. Alasannya
hanya satu, sudah pasti ia tidak ingin merepotkan ibu.
***
Hari itu di sekolah gerimis perlahan
turun. Awan hitam pekat juga tampak menari diatas sana. Cuaca seolah mewakili
perasaan Ari yang sedang tak karuan. Dengan prestasi dan organisasi yang ia
ikuti, Ari sangat yakin bisa diterima masuk universitas yang ia mau. Namun yang
Ari bingungkan hanya satu, bagaimana cara membayar uang kuliahnya nanti?
Tak lama, setelah bunyi bel istirahat Ari dan beberapa teman lainnya diperintahkan untuk menghadap Pak Herman guru Ari diruang kantornya. Ari terheran sejenak ada apakah gerangan Pak Herman memanggilnya, namun Ari segera bergegas menemui Pak Herman karena tidak ingin guru nya tersebut menunggu terlalu lama.
“Silahkan
duduk,” ucap Pak Herman ramah
“Baik
pak,” beberapa murid menjawab bersamaan
“Jadi
begini, maksud bapak mengumpulkan kalian disini untuk memberitahukan bahwa
kalian yang sering memperoleh peringkat disekolah nantinya bisa nanti
memperoleh bantuan pendidikan bidikmisi, bapak sebarkan informasi ini kepada
kalian dan mohon disebarkan kepada teman-teman yang lain,” kata Pak Herman
“Bidikmisi
itu apa ya pak,?” Liha penasaran
“Bidikmisi
adalah bantuan biaya pendidikan yang ditujukan kepada siswa-siswi yang memiliki
prestasi yang baik namun memiliki keterbatasan dalam ekonomi. Jadi, bagi kalian
yang ingin kuliah tapi terganjal biaya tidak usah takut, karena ada program
bidikmisi ini,” Pak Herman menjelaskan
“Sistem
pendaftarannya bagaimana ya pak,?” Daria gantian bertanya
“Nanti
akan bapak jelaskan kemudian, kalian juga akan terus bapak berikan informasi
jika ada perkembangan. Nanti, siapkan saja berkas-berkas dan persyaratan yang
diperlukan sembari bapak bimbing kalian dalam mendaftar,” tambah Pak Herman.
Kabar adanya program bidikmisi
menjadi angin segar bagi Ari, ia yakin bahwa ini adalah jalannya untuk bisa
kuliah. Setiap waktu, Ari rutin menemui pak Herman untuk bertanya tentang
perkembangan informasi. Dengan sabarnya, pak Herman juga selalu membimbing Ari
dan teman-temannya yang lain. Pak Herman memang guru yang baik dan disayangi
siswa-siswinya di sekolah.
Tiga tahun berlalu, Ari mantap
menjadi seorang mahasiswa sejarah. Walaupun demikian, ia tidak pernah lupa
dengan cita-citanya menjadi seorang jurnalis. Selain menjadi mahasiswa sejarah,
Ari juga bergabung dengan UKM jurnalistik dan juga menjadi seorang penyiar
radio. Ia kerap menulis di media dan suaranya kerap terdengar diudara. Ari juga
rutin memasang target dalam kuliahnya, misalnya selalu mematok IPK diatas 3.50,
aktif dalam organisasi, terus berprestasi dan selalu mengembangkan diri.
Walaupun dalam perjalanannya, Ari sempat terpuruk dengan perceraian yang
terjadi pada kedua orang tuanya.
Ini tahun terakhir Ari menjadi
seorang mahasiswa dan Ari tetap akan menjemput pelanginya. Apa pelangi yang
dimaksud? Entahlah, yang pasti Ari selalu yakin jika setiap usaha yang baik
maka akan berakhir baik pula.
Tidak ada komentar