Ajaib - Cerita Pendek

Ajaib - Cerita Pendek

Saya terbangun dari tidur ketika ada hal yang sejak kemarin mengusik pikiran. Mencoba mengingat hal apa yang saya lakukan sebelum tidur hingga bisa tertidur lelap seperti tadi. "Pukul berapa sekarang?" kemudian mencoba menggapai gawai yang terletak di atas meja samping tempat tidur. 02.37 angka tertera di sana, sontak mengejutkan dan reflek mengutuk diri sendiri, "Kenapa bisa ketiduran, sih!". Mengusap mata lalu memainkan gawai, berharap mendapatkan inspirasi tak terduga.

Namun, nihil adanya. Termenung membayangkan kejadian yang sekenanya bisa dijadikan cerita menarik, namun ternyata tak ada yang menarik di hidup saya. Memenjamkan mata agar mendapatkan bayangan cerita, alhasil saya terbawa terbang dalam bunga tidur. Bermimpi menjadi putri buruk rupa yang tidak bisa menemukan obatnya. Kemudian, berlari ke sana ke mari mencari pertolongan, tapi tak seorangpun punya empati. Putri terkutuk malang yang sekarang mencemaskan kehidupannya. 

Bunyi bising yang terdengar membangunkan saya. Ternyata berasal dari alarm dalam gawai yang menunjukkan pukul 06.00 pagi. Hawa sejuk sisa hujan tadi malam merasuk ke tulang belakang, membuat rasa malas terus bergelantungan. Pikiran mengharuskan beranjak untuk bergegas membuat tugas, tapi hati mengiyakan diri untuk tetap berdiam di tempat. 

Jam dinding menunjukkan pukul 08.00 WIB dan saya pun belum bergerak. Ibu menggedor pintu, menuntut panggilan. "Iya, sebentar lagi mandi." Sahut saya yang masih berbaring. Dengan terpaksa saya beranjak dan pergi membersihkan diri. Selama itu pula saya sibuk dengan pikiran sendiri, memikirkan hal apa yang sekiranya bisa ditulis untuk memulai sebuah cerita pendek. Agaknya dunia sedang tidak berpihak kepada saya. Sampai saat inipun saya belum menemukan apa yang akan dituliskan.

Selagi menunggu sarapan, saya berniat mencari informasi mengenai hal yang harus ada dalam tugas cerita itu. Tentang Perang Dunia 1 dan 2. Membaca satu artikel ke artikel lain, lalu menonton video terkait. Seperti mendengarkan sebuah dongeng menakutkan sebelum tidur, Perang Dunia 1 memang peristiwa kelam yang menyeramkan. Bermula dari terbunuhnya Franz Ferdinand, sorang putra mahkota Austria yang akhirnya menjalar menewaskan lebih dari 20 juta warga sipil maupun militer.

Menciptakan dua kubu besar yang terbagi atas Entente dan Sentral. Sampai pada akhirnya, perang menemui jalan buntu. Kerugian besar tak dapat dihindari karena biaya perang yang tinggi. Kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan kian menyelimuti. Berakhirnya perang yang berlangsung selama 5 tahun itu ditandai saat setelah Jerman menandatangani Perjanjian Versailles bersama pihak Sekutu yang dipimpin oleh Inggris, Prancis, dan Rusia pada tanggal 28 Juni 1919. 

Memahami dan mendalami peristiwa Perang Dunia 1 membuat perut saya semakin keroncongan dan berbunyi. Beruntungnya tak lama kemudian ibu memanggil untuk segera sarapan. Saat sarapan, saya asyik dengan pikiran sendiri. Masih tetap memikirkan cerita apa yang bisa saya tulis untuk tugas ini. Sampai-sampai saat ibu bertanya mengenai kegiatan sekolah, saya tidak menjawab dengan benar.

Ibu   : "Kamu kalau banyak pikiran jangan dibawa saat sarapan gini, dong!"

Saya : "'Kan Ibu yang suruh ikut sarapan bareng!"

Ibu    : "Ya, makanya kalau ditanya itu jawab yang bener!"

Saya  : "Udah ah, saya sudah kenyang!"

Saya meninggalkan makanan yang masih setengah itu, lalu masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu. Ibu masih mengomel sepanjang sarapan bahkan saya menduga omelannya bisa sampai petang. Emosi ini datang secara tiba-tiba, sulit dikendalikan, dan hampir mematikan. Saat sedang banyak pikiran, semuanya seakan halal untuk dilakukan. Saya pergi tidur; pelarian paling aman yang saya tahu sejauh ini.

Saat bangun, ibu masih berkicau dengan omelannya yang entah ke mana arahnya. Dari kesalahan hari ini sampai kesalahan bulan lalu pun diungkit kembali. Sumpek berada di rumah, saya memutuskan pergi ke tepian untuk menghirup udara segar. Barangkali bisa menemukan cahaya di lorong gelap pikiran saya. Cuaca sangat cerah, biru langit yang terbentang seakan memberitahu bahwa tak ada waktu untuk tidak bahagia. Tapi, saya tetap murung dengan pikiran berkecamuk. Lagi-lagi memikirkan tugas cerita yang harus diselesaikan karena tenggat waktunya besok. 

Pikiran saya mengharuskan membuat cerita bagus nan sempurna tapi pikiran saya juga tidak memberi tahu bagaimana cara membuatnya. Keadaan ini seperti tidak memberikan saya kelonggaran untuk bernapas. Akhirnya, saya memutuskan untuk berjalan menyusuri tepian dan membeli jajanan. Karena menunggu lama, tanpa pikir panjang dan dengan pikiran yang kusut, saya membentak penjual yang kira-kira umurnya 3 tahun lebih muda dari saya. Ia terkejut dan hampir menangis. Sadar karena lepas kendali, saya pergi meninggalkannya sejauh mungkin. Berjalan ke arah kanan dengan cepat. Menabrak beberapa anak-anak yang sedang bermain bola dan tidak memperdulikan pengamen yang meminta balasan karena telah menyanyi. 

Tanpa sadar, saya telah sampai di ujung tepian. Memutuskan untuk duduk di kursi panjang yang di sayap kirinya ada dua sejoli yang sedang jatuh cinta. Saya menengadahkan kepala untuk melihat awan di atas langit. Hal ini selalu berhasil menjadi obat untuk kembali tenang dan berpikir jernih. Hanya karena tugas cerita yang diberikan guru Sejarah Peminatan minggu lalu ini, saya jadi kacau. Tak menemukan jalan keluar. Belum lagi tugas organisasi dan hal lain yang harus disiapkan. 

Saya merasa bersalah kepada adik penjual, anak-anak yang bermain bola, dan pengamen tadi. Juga kepada ibu yang saya bentak pagi tadi. Setelah puas merutuki diri sendiri dalam hati, saya berniat beranjak pergi. Dan lagi-lagi saya belum mendapatkan ide dari semua ini. 

Setelah sampai rumah, saya berniat membersihkan diri. Menuju kamar mandi. Dari semua hal yang bekecamuk di kepala dan tanpa mengharapkan apa-apa, tiba-tiba saya mendapatkan apa yang saya nantikan. Secara tiba-tiba, muncul begitu saja. Cemerlang! teriak saya dalam hati. Pikiran saya terus berjalan, mengalirkan ide-ide menarik yang bisa saya ketik untuk tugas cerita itu.

Semuanya tervisualkan dalam pikiran. Benar-benar ajaib. Bergegas menyelesaikan kegiatan di kamar mandi, mengenakan pakaian, kemudian menghidupkan laptop. Tanpa sabar menunggu laptop hidup sepenuhnya, saya langsung membuka aplikasi ketik dan langsung mengetik. Berpikir sejenak kata apa yang menarik untuk memulai semuanya. Sepuluh jari menari-nari di atas papan tombol jari dengan pikiran yang sudah fokus sejak habis mandi tadi. 

Pada saat sedang mengetik, saya lupa memasukkan unsur Perang Dunia 2. Alhasil, saya harus merombak beberapa bagian dan mulai membaca mengenai Perang Dunia 2. Perang Dunia 2 ternyata lebih destruktif daripada perang sebelumnya. Jerman menginvasi lebih dari sepuluh negara untuk mencapai tujuannya. Melakukan pembantaian terhadap orang Yahudi. Pengebomam Pearl Harbor dan bombardir Kota Nagasaki-Hiroshima juga terjadi pada Perang Dunia 2. Semua peristiwa itu mengakibatkan kematian hampir 60 juta jiwa. Sungguh peristiwa kelam yang akan selalu dikenang. 

Saya menggertakan jari ketika semuanya sudah selesai. "Akhirnyaaaa!" teriak saya senang. Setidaknya telah berusaha membangun cerita yang cukup menarik. Perihal nilai biar nanti saja urusannya. Tak berselang lama, ibu mengetuk pintu dan membawakan segelas susu. Saya memeluk ibu dan meminta maaf perihal tadi pagi. Semua itu terjadi begitu saja, di luar kendali saya. Beruntunglah ibu berlapang dada memaafkan saya. Akhirnya, saya bisa tidur tenang dengan tugas yang telah selesai.   

Kesimpulan

Pada akhirnya, tokoh Saya menemukan jalan keluar mengenai tugas yang sampai-sampai bisa mengganggu pikirannya dan bertindak di luar kendali ke orang sekitar. 

Pesan Moral

Menganggap segala hal yang ditugaskan sebagai tuntutan hanya akan menambah beban pikiran. 

Ditulis oleh : Thalia Dwita Cahyani (XI IPS 1) SMAN 1 Pontianak

Proyek MID Semester Sejarah Minat Materi PD 1 dan PD 2


Tidak ada komentar