BENAR! YA, BENAR AKU MEMANG PESAKIT.
tapi mengapa kau menghakimiku, mengapa kau mengatakan bahwa aku orang gila
pengecut yang tak dapat mengendalikan diri? tidakkah kau lihat diriku dengan perkasa
menembakkan senjataku? tidakkah kau lihat bahwa aku masih dapat mengendalikan
diriku? Sesungguhnya, sakit ini menghantuiku sepanjang hari, menembus telinga
hingga kepalaku, seolah aku mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Dengar! Akan kuceritakan apa yang
terjadi. Akan kau ketahui betapa aku masih waras.
Tak tahu harus mulai dari mana ku
bercerita, sudah lama rasanya sejak peristiwa tersebut. ketika itu, laki-laki
dari usia 18 tahun hingga 41 tahun bertanggung jawab untuk mengikuti wajib
militer.
Tak tahu dimana kami di tugaskan; yang
kami ketahui adalah menembak siapa saja yang menembak dari arah berlawanan.
Entah berapa lama kami berada di parit-parit pertahanan bersiap menahan
serangan dari musuh. Aku bahkan tidak mengetahui siapa tepatnya yang akan
menyerang. Hari berganti hari, tak lama kemudian terdengar suara tembakan dan
ledakan yang dahsyat.
Tak tahu pasti dari mana suara itu
berasal, kami hanya berlari menuju ke barisan pertahanan. Kulihat sudah banyak
tentara musuh berdatangan diiringi suara tembakan dan ledakan yang terus
menerus tiada henti. Berhari-hari pertempuran terjadi, kami mengalami
kekalahan. Aku bersama ratusan tentara yang lain ditangkap menjadi tawanan
perang. Kami di siksa; di perlakukan bak binatang.
Sulit untuk mengatakan bagaimana ide
seperti itu terlintas di kepalaku. Bertahan hidup adalah alasan atas apa yang
aku lakukan. Dengan rasa benci dan marah terkumpul di hatiku, ku mulai menunggu
orang yang menyiksaku.
Aku menunggu pria yang menyiksaku dengan
tatapan seperti burung bangkai yang melihat dan menanti binatang yang hampir
mati untuk dijadikan santapannya. Entah bagaimana, ia pun datang di iringi
suasana yang suram seolah akan merenggut nyawaku dihari itu. Tidak! Tidak kali
ini, aku memutuskan untuk membunuh pria itu.
Jadi, kau masih menganggapku gila? Orang
gila tak mampu untuk membuat strategi. Aku memperhatikan waktu pergantian
penjaga untuk mengetahui kapan aku harus menyelinap keluar. Ke esokan harinya
di tengah malam, aku menyerang salah satu penjaga secara diam-diam tanpa satu
orang pun menyadari.
Aku menyamar sebagai penjaga yang ku
bunuh sebelumnya dan menyelinap keluar dari penjara yang didalamnya banyak
tawanan perang, bahkan mereka takkan menyadari jika ada satu yang hilang.
Aku menyelinap ke tempat pria yang
sangat ku benci itu menunggu dan beharap ia muncul. Tak lama kemudian ia muncul
dan terkejut melihat ku. Ku tatap matanya, dan ku mendengar sesuatu; yang
ternyata detak jantuk pria tersebut.
Jantungnya berdegub kencang hingga aku
dapat mendengarnya, aku tersenyum karena merasa kesempatan untuk membunuh pria
itu sudah didepan mata. Untuk beberapa waktu jangtungnya terus berdegub sangat
kencang, dan ia pun terjatuh ke lantai.
Ku letakkan telingaku di dada pria itu, tak
kudengar lagi suara detakan jantung dari pria burung bangkai itu di ruang kamar
yang sunyi kala itu. Ternyata ia sudah mati terkena serangan jantung. Mati kaku
seperti batu. Ia takkan menjadi masalah lagi bagiku.
Jadi, aku gila katamu? Harus kau tahu
betapa sangat hati-hatinya ku sembunyikan mayat pria itu di tempat yang tidak
dapat ditemukan oleh siapapun. Pertama ku potong kepalanya, dilanjut lengan,
hingga kaki.
Aku sangat berhati-hati, tak kubiarkan
setetes darah pun jatuh ke lantai. ku menarik sebuah peti minuman di ruangan
tersebut, dan meletakkan potongan-potongan tubuh didilamnya. Dengan hati-hati
ku kembalikan peti itu ketempat semula sehingga tidak seorang pun menyadari
bahwa peti itu sebelumnya berpindah.
Ketika sudah ku selesaikan pembunuhan
tersebut, ketika itu waktu menunjukkan jam tiga pagi, aku mendengar suara
ledakan, tembakan, dan suara mengerikan dari neraka. Aku mulai berteriak, panik
tak dapat mengendalikan diri. Ternyata, itu hanya beberapa penjaga yang lewat.
Mendengar suara teriakan ku, mereka
langsung masuk ke ruangan dimana aku membunuh seorang pria. Aku berdiri dan
berjalan cepat mengitari ruangan. Aku membanting sebuah kursi ke lantai untuk
membuat lebih banyak suara, untuk menutupi suara yang mengerikan itu. Aku mulai
berbicara lebih keras. Dan tetap saja para penjaga heran melihatku, dan
tersenyum. Apakah mereka tidak mendengar suara yang ku dengar ??
Tidak! Mereka dapat mendengar! Aku yakin
akan hal itu. dan dari suara itu semakin keras. Lebih keras, lebih keras, lebih
keras! Tiba-tiba aku tidak tahan lagi. Aku menunjuk peti dimana ku simpan
potongan tubuh itu dan berteriak, “Ya! Ya, Aku membunuhnya. Buka papan itu dan
lihatlah! Aku membunuhnya. Tapi kenapa suara itu tidak hilang ?! Kenapa tidak
berhenti !? ”
-Tamat
Shell shock adalah sindrom gangguan
syaraf akibat Perang Dunia I (1914-1918) yang pertama kali disebutkan di media
pada 1915. Banyak tentara ditemukan mengidap shell shock karena sangat
menderita dalam peperangan. Hal itu dikarenakan pertempuran tiada henti dan
ledakan-ledakan berat yang dihadapi. Pasukan yang menderita shell sock akan
mengalami kesusahan tidur, mereka selalu panik mendengar suara keras, tembakan,
dan teriakan-teriakan serupa.
Shell Shock sungguh menyeramkan hingga
mempengaruhi kemampuan mereka untuk berjalan dan berbicara. Tentara Inggris
yang menderita shell shock akan diadili karena kepengecutan dan desersi
(pengingkaran tugas). Bukanlah hal biasa bagi pasukan Inggris untuk dieksekusi
karena kejahatan perang, tapi itu memang terjadi. Sedikitnya lebih dari 3.000
tentara yang menerima hukuman mati.
Beberapa dihukum karena dianggap sebagai
pengecut, namun kebanyakan karena dianggap melakukan desersi. Meskipun
pengalaman yang dialami seseorang tidak selalu seburuk apa yang mereka
pikirkan, namun kondisi trauma dapat menyebabkan ia merasa dalam bahaya, hanya
dengan mengingat suatu hal dari pengalaman tersebut. Perubahan gaya hidup
adalah salah satu cara untuk merubah pemikiran seseorang terhadap suatu hal dan
diharapkan dapat mengurangi gejala seseorang yang mengalami PTSD.
Ditulis oleh : Indra Safari (XI IPS 1) SMAN 1 Pontianak
Proyek MID Semester Sejarah Minat Materi PD 1 dan PD 2
Tidak ada komentar