Belajar dari Pontianak: Tentang Perkumpulan Merah Putih dan Kesadaran Merawat Keberagaman

Anak Muda Lintas Agama, Suku dan Etnis Berkunjung ke Klenteng

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragam dimana terdiri atas berbagai suku, ras, adat istiadat hingga agama dan golongan. Keberagaman ini merupakan wujud kekayaan bangsa yang patut untuk kita jaga bersama. Potret baik keberagaman dapat ditemukan pada banyak wilayah Indonesia termasuk Pontianak salah satunya.

Kota Pontianak merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Kota yang berdiri pada tahun 1771 ini dilalui oleh dua sungai yaitu Kapuas dan Landak. Pontianak  yang juga akrab disebut sebagai Kota Khatulistiwa secara administratif terbagi menjadi enam  kecamatan dan dua puluh sembilan kelurahan.

Bukti konkret dari pola hidup damai di Kota Pontianak dapat dilihat dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Tradisi gotong royong atau saling membantu tak jarang ditemui di kota ini. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa tahun 2017 lalu Pontianak sempat memanas seiring dengan adanya pelaksanaan Pekan Gawai Dayak (PGD) ke-32 dan Aksi Bela Ulama 205 yang berjalan bersamaan hingga ditetapkannya status siaga. Namun, persoalan ini kemudian dapat diselesaikan dengan solusi terbaik.

Jika berbicara tentang Pontianak, kebanyakan masyarakat akan mengaitkannya dengan tiga suku yaitu Tionghoa, Dayak dan Melayu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tidayu. Hal ini dikarenakan ketiga suku tersebut dianggap sebagai suku terbesar secara kuantitas yang mendiami Pontianak. Walaupun demikian, nyatanya Pontianak tidak hanya dihuni oleh Tidayu. Masih banyak suku dan etnis lain yang hidup dan menetap hingga membuat paguyuban atau sekedar perkumpulan sejak dahulu hingga sekarang.

Salah satu perkumpulan yang eksis hingga saat ini  dan konsisten dalam menjaga persatuan di Pontianak ialah Perkumpulan Merah Putih. Perkumpulan ini sekaligus menjadi bukti jika Pontianak tidak hanya dihuni oleh tiga suku besar yaitu Tionghoa, Dayak dan Melayu melainkan juga 19 suku dan etnis lainnya.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Ir. Jakius Sinyor, mantan ketua umum Perkumpulan Merah Putih periode 2019-2020 dan ketua umum Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalbar menjelaskan terdapat 22 suku dan etnis  yang tergabung dalam Perkumpulan Merah Putih hingga saat ini. Adapun suku dan etnis tersebut antara lain Melayu, Dayak, Madura, Jawa, Bali, Toraja, Sulawesi Selatan, Nias, Sumatera Barat, Batak, Banjar, Keluarga Besar Sriwijaya, Batak Islam, Sunda, Timor, NTT, Banten, Maluku, Tionghoa, Kawanua, Kepulauan Riau dan juga Bima NTB.

Dalam merajut toleransi antar suku dan etnis sehingga tercipta kerukunan antara satu dan lainnya,  Perkumpulan Merah Putih kerap melakukan pertemuan rutin bagi para anggotanya. Tidak hanya sekedar pertemuan semata, kegiatan semacam ini juga sekaligus guna membahas seputar harmonisasi antar  suku dan  etnis guna mencegah terjadinya konflik dikemudian hari.

Peribahahasa “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” menjadi salah satu nilai penting dalam Perkumpulan Merah Putih. Walaupun datang dari berbagai wilayah di Indonesia dan kemudian menetap di Kota Pontianak, berbagai suku dan etnis ini memegang prinsip persaudaraan dan juga menghormati serta menghargai adat istiadat ditempat yang baru.

Seperti  telah disebutkan diatas, sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan  Barat,  Kota Pontianak membuktikan bahwa semua orang apapun suku, etnis maupun agamanya dapat hidup dan menetap di kota ini. Perkumpulan Merah Putih merupakan potret baik merawat keberagaman bangsa sebagai kekuatan Indonesia hari ini dan masa yang akan datang.

Tidak ada komentar