Dahulu
kala, suasana Keraton Sambas sangatlah damai dan tentram, udaranya sejuk,
burung-burung berkicau dengan merdu, dan pohon-pohon berdiri dengan gagah.
Suatu hari, ada sosok yang berjalan keluar keraton, ia adalah Sultan Sambas
bernamakan Syarifiudin. Sultan tersebut menghabiskan harinya dengan menikmati
suasana keraton, ia berjalan keliling lingkungan keraton yang indah tersebut.
Tiba-tiba, terpikirlah sesuatu darinya.
“Akankah
bagus jikalau aku dapat menemukan atmosfer seperti ini di luar keraton”
gumamnya.
“Tempat
yang teanang, segar, dan damai seperti keraton ini, mungkin tempat yang
dikelilingi dengan pegunungan gagah yang dialiri dengan sungai dan danau
didekatnya” lanjut Sang Sultan.
“Tapi
dimana tempat itu?” gumamnya.
Sang
Sultanpun akhirnya memanggil menteri-menteri kesultanan ke keraton. Ia
menugaskan kepada semua menteri untuk mencari sebuah tempat peristirahatan
seperti yang Sang Sultan inginkan.
“Mungkin
kalian akan bertanya-tanya perihal alasan saya memanggil kalian ke sini,
betul?” tanya Sang Sultan.
“Betul
tuan” jawab salah satu menteri.
“Baik,
ingat ini baik-baik, saya membutuhkan sebuah tempat untuk dijadikan
peristirahatan, sekali lagi, peristirahatan, dengan catatan, tempat tersebut
harus memenuhi kriteria sebagai tempat yang indah, segar, dengan pepohonan yang
rindang yang dilengkapi dengan gunung yang gagah yang dialiri dengan sungai dan
sebuah danau” jelas Sang Sultan
“Baik
tuan, pesan diterima, beri kami beberapa waktu untuk mengumpulkan rombongan dan
mencari tempat yang diinginkan tuan” jawab si menteri.
“Baik
kalau begitu, jangan sampai anda lupa dengan kriterianya dan juga pastikan
waktu yang dihabiskan tidak terlalu lama, kabari saya jika tempat tersebut
sudah ditemukan” tegas Sang Sultan.
Para
menteri itu pun kemudian bergegas untuk mengumpulkan orang-orang yang bersedia
untuk mencari tempat peristirahatan yang diidamkan Sang Sultan. Orang-orang
tersebut kemudian dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yang kemudian setiap
kelompok berpencar mencari ke lokasi yang berbeda.
Waktu
telah berjalan, namun para menteri dan rombongannyapun tidak dapat menemukan
tempat yang diinginkan Sultan, mereka mencoba untuk mencarinya untuk terakhir
kalinya, namun sangat disayangkan semua harapan telah sirna. Mereka pun
terpaksa berhadapan dengan Sultan dengan tangan kosong.
“Wahai
tuanku, maafkan kami, kami tidak mampu untuk mencari tempat yang diinginkan
tuan, sudah banyak energi yang kami gunakan dan waktu berjalan dengan sangat
cepat” kata salah satu menteri melaporkan kepada Sang Sultan.
Satu
keraton pun hening. Para menteri tahu apa yang akan mereka hadapi, mereka hanya
bisa berharap yang terbaik.
“Apa
maksudmu? Tidak ada satupun tempat yang aku inginkan?” tegas Sang Sultan.
Keheningan
terus berlanjut, sampai sesosok orang datang menghampiri mereka yang kemudian
berhadapan dengan sang Sultan.
“Wahai
Sultan, saya adalah kepala Desa Sebedang, dan saya ingin menawarkan tempat yang
sekiranya cocok dengan kriteria tuan, tentunya tempat tersebut berada di desa
saya” ujar sang kepala desa.
Sang
Sultan tertarik dengan pernyataan si kepala desa, kemudian iapun berkata
“Apakah hal tersebut benar?”
“Ya
tuanku, di desa saya terdapat tujuh bukit yang indah, dan seratus meter dari
situ, terdapat tempat yang bisa dijadikan danau buatan, saya kira tempat ini
bisa dijadikan potensi selain tempat peristirahatan, namun juga tempat wisata”
jelas Sang Kepala Desa.
Sang
Sultan merasa puas dengan penjelasan si kepala desa. Esok harinya, rombongan
sultan berangkat dari Ibukota Kesultanan Sambas ke Desa Sebedang, mereka
menunggangi kuda, setelah mereka sampai ke lokasi, Sang Sultan bertemu dengan
Kepala Desa Sebedang, Sang Sultan pun bertanya
“Jadi
di mana tempat yang anda maksud?” tanyanya.
“Disinilah
tempatnya, lihat ke sana, bukit-bukit berdiri dengan gagah, di dekat situlah
kita bisa membangun danau impian tuan” jawab si Kepala Desa.
Sang
Sultan pun kemudian memerintahkan kepada menteri-menteri dan rombongan untuk
segera membuat sebuah danau buatan di daerah tersebut. Selang beberapa waktu,
danau buatan tersebut pun selesai dibuat.
Sang
Sultan merasa senang, ia akhirnya bisa menikmati harinya bersantai menikmati
keindahan sekitarnya. Namun suatu hari, turunlah hujan yang sangat deras yang
mengakibatkan pagong danau tersebut pecah terguyur derasnya hujan. Selang
beberapa waktu, hujan pun mereda, Sang Sultan memerintahkan rombongan untuk
memperbaiki danau tersebut.
“Hujan
ini sangatlah dahsyat, aku tak menyangka danau indah ini hancur begitu saja”
keluh Sang Sultan.
“Tidak
apa-apa, setidaknya kita tahu apa kekurangan pagong ini, setelah ini berhasil
diperbaiki, danau ini akan lebih indah dan lebih kuat dari
sebelumnya” optimisnya.
Tak
disangka, meski danau tersebut sudah diperbaiki, pada tahun kedua hujan yang
deras turun lagi dan danau yang sudah diperbaiki turut hancur. Sang Sultan
keheranan, sehingga ia memutuskan untuk memanggil Kepala Desa Sebedang.
“Ada
apa tuanku? apa yang menyebabkan tuan memanggil hamba hari ini?” tanya si
Kepala Desa Sebedang
“Apakah
kau berpura-pura tidak tahu? lihat ini, setiap danau ini diperbaiki, tidak lama
kemudian danau ini rusak lagi” kesal Sang Sultan
“Hmm,
hamba cukup yakin apabila di bawah danau ini dibangun guni yang lebih besar
dari yang di atas, danau ini akan lebih kuat dari sebelumnya” jelas kepala
desa.
“Apakah
kamu yakin dengan hal ini? Saya tidak mau usaha yang untuk memperbaiki danau
ini menjadi sia-sia lagi” tanya Sang Sultan.
“Hamba
yakin, sangat sangat yakin” jawab si kepala desa.
Danau
buatan tersebut diperbaiki untuk kedua kalinya agar menjadi lebih aman dan
tidak rusak lagi. Danau buatan tersebut pun diberi nama Danau Sebedang karena
lokasinya yang berada di daerah Sebedang. Hingga saat ini, Danau Semedang
dijadikan objek wisata di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Pesan moral dari cerita ini ialah untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi, diperlukan pengalaman yang dapat dijadikan pembelajaran, setelah mendapati apa kesalahan yang kita perbuat, berpikir kritis diperlukan agar terbentuknya suatu solusi yang akan mengluarkan kita dari suatu masalah yang ada.
Ditulis Oleh: Omar Faqih Adicandra, Siswa SMAN 1 Pontianak
Narasumber: Hj. Aida, 74 Th
Proyek Penilaian Tengah Semester Sejarah
Tidak ada komentar