Integrasi Muatan Sejarah Lokal Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 1 Pontianak

Sejarah Jawa Sentris seolah menjadi identitas dari mata pelajaran sejarah di sekolah, akibatnya demi ketercapain kurikulum banyak yang lupa menyampaikan sejarah lokal kepada peserta didik sebagai identitas diri pada proses pembelajaran di sekolah.

Padahal, siswa dalam mengenal sejarah lokal tentu penting dan harus dilakukan, prosesnya juga harus dibimbing oleh guru mengingat keterbatasan sumber yang ada.

Dalam kurikulum Merdeka Belajar (Sekolah Penggerak) terdapat kebebasan bagi guru dalam mengintegrasikan dan memodifikasi pembelajaran, begitu pula dengan Rio Pratama, guru sejarah SMAN 1 Pontianak dalam proses  pembelajaran sejarah dengan mengaitkannya pada sejarah lokal didaerahnya.

Begitupula dengan Putri Noorfia, siswi SMAN 1 Pontianak yang bercerita dan berefleksi bersama tentang bagaimana pola pembelajaran sejarah dan kaitannya dengan nilai lokal yang secara implisit diberikan oleh gurunya dalam kehidupan sehari-hari.

Rio mengungkapkan bahwa penting untuk memasukkan nilai-nilai lokal pada mata pelajaran sejarah, hal ini karena sudah sejak lama siswa selalu diberi muatan-muatan dari kurikulum yang kurang lekat dengan daerah dimana ia berada. Hal ini dikhawatrikan dapat menjadi sebuah sarana yang menciptakan krisis identitas bagi anak-anak disuatu wilayah.

Melalui kurikulum merdeka belajar, keleluasaan guru dalam memodifikasi pembelajaran diperkenankan sehingga secara konsep dapat mengambil dari materi ajar yang sudah disediakan pemerintah, sedangkan dalam proses dan atau penugasan memasukkan kearifan lokal yang ada didaerahnya.

“Walaupun baru namun sejauh ini kurikulum ini cukup baik dalam implementasinya, perihal kebebasan dan keleluasaan dalam memodifikasi pembelajaran membuat proses belajar semakin menarik dan berwarna,” ungkapnya.

Sebagaai guru, ia juga kerap mengganti media dan metode dalam proses pembelajarannya pula. Menurutnya, ceramah memang metode yang baik, namun variasi yang lebih tentu akan membuat ketertarikan siswa untuk belajar akan jauh lebih tinggi.

“Tantangan saat ini bahkan sejak lama pada mata pelajaran sejarah seperti yang diketahui adalah stigma membosankan karena belajar masa lalu. Oleh karenanya, kreatifitas dalam mengajar melalui media dan metode harus selalu diupdate, memang sulit dalam prosesnya karena harus selalu up to date, namun harus berusaha dilakukan,” tambahnya.

Muatan Implisit: Peristiwa, Tokoh hingga Lokasi Bersejarah

Berbagai hal lokal bersejarah sangat beragam terjadi di Kalbar, contoh tersebut meliputi peristiwanya, tokoh-tokoh pejuang lokal hingga lokasi bersejarah. Itulah yang coba dikenalkan oleh Rio kepada para siswa-siswinya.

Pada materi awal, terdapat pengenalan tentang konsep dasar sejarah. Pada fase tersebut, selain menjelaskan garis besar capaian yaitu tentang definisi, contoh hingga tokoh sejarah secara global ia coba memasukkan contoh lokal kepada para siswanya.

Begitu pula dengan capaian tentang historiografi sejarah, pada fase ini setelah melalui proses belajar bersama, para siswanya diberi penugasan menulis tradisi lisan yang ada di Kalbar berupa penugasan menulis cerita rakyat.

“Biasanya tugas historiografi sejarah siswa kebanyakan diberi tugas menulis peristiwa nasional. Itu hal yang baik, namun menurut saya menulis tradisi lisan juga tidak kalah baiknya pula apalagi jika yang ditulis adalah cerita rakyat,”.

“Cerita rakyat kini sudah mulai langka dan ditinggalkan. Dengan menulisnya sendiri, anak-anak akan berproses mencari topik, mencari narasumber, memverifikasi dan membandingkan hingga menulis. Terpenting, ini dekat dengan kesehariannya dan tidak terlalu sulit dalam prosesnya,” jelas guru honorer di SMAN 1 P ontianak ini.

Hal tersebut dibenarkan oleh Putri Noorfia, ia mengungkapkan bahwa ia yang kelahiran Kalbar banyak mengetahui banyak hal tentang Kalbar, namun setelah proses pembelajaran yang ada sedikit banyak ia mulai mengenal Kalbar baik dari sejarahnya, beberapa tokoh pejuang, kuliner hingga lokasi bersejarah.

“Sebelumnya saya hanya tau Pontianak, tidak tau banyak tentang sejarah di Kalimantan Barat. Tapi dari belajar bersama sedikit banyak sekarang tau tentang keraton-keratonnya, beberapa peristiwa seperti peristiwa PGRS Paraku sampai Mandor Berdarah, dan lain sebagainya,”.

“Ketika tugas historiografi juga saya menulis tentang asal-usul Keraton Pontianak, mencari sumber dari banyak referensi dan bertanya, prosesnya panjang tapi menyenangkan karena lokasinya dekat dengan keseharian,” jelas siswi kelas X tersebut.

Diferensiasi Hingga Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Dalam kurikulum Merdeka Belajar, diferensiasi adalah hal yang ditekankan dalam proses pembelajaran, siswa bebas belajar sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya, begitu pula guru yang bertindak sebagai fasilitator dan teman belajar sehingga proses belajar dapat lebih hidup dan menyenangkan.

Dari kurikulum ini pula, elemen penguatan profil pelajar pancasila turut diberikan kepada siswa dengan tujuan menjadikan siswa agar berkarakter pancasilais dan cinta tanah air. Hal ini pula yang dilakukan Rio sebagai guru dan fasilitator belajar bagi siswanya.

Terakhir, Rio berharap agar dalam prosesnya pelaksanaan pembelajaran dan sistemnya dapat lebih baik sehingga dapat memberikan dampak yang lebih maksimal kedepan.

“Banyak hal yang belum saya ketahui, melakukan eksplorasi dan belajar mandiri terus saya lakukan. Intinya berani mencoba,”.

“Namun tentu meningkatkan dan melakukan perbaikan sistem yang ada tetap harus dilakukan, pendampingan juga sangat penting dan banyak hal lain yang harus terus dibenahi dan ditingkatkan agar kompetensi guru dalam proses pembelajaran dapat meningkat sehingga memberi dampak yang lebih baik tentunya,” pungkas Rio.

Tidak ada komentar