Pantang Iban: Tato Tradisional Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik


Menyaksikan Proses Mentato di Sungai Utik

Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik di Kapuas Hulu menjadi sebuah komunitas Dayak yang ada dan lestari dengan berbagai adat dan tradisi yang dimilikinya. Komunitas ini hidup bersama dalam rumah panjang dan membentuk ekosistem kekerabatan yang erat dan harmonis satu sama lain dalam kehidupannya.

Banyak hal menarik yang dapat ditemui ketika berkunjung ke komunitas Dayak ini. Adat dan budaya menjadi sebuah hal yang sakral dan dijunjung tinggi. Kearifan leluhur juga dipertahankan, sebuah potret keselarasan yang sulit ditemukan diera yang terus maju seperti saat ini.

Menyaksikan Proses Mentato di Sungai Utik

Juli 2022 lalu, bersama rombongan Kenali Budayamu Cintai Negerimu yang diselenggarakan Oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kalbar, saya berkunjung ke komunitas ini. Selain belajar tentang pola kehidupan dan juga konsistensi masyarakatnya dalam menjaga hutan, saya juga belajar tentang makna dan simbol tato tradisional yang menjadi sebuah kebanggan bagi mereka.

Perbincangan dengan Bapak Pius Agustinus Inam (Kepala Dusun) di Sungai Utik menjelaskan bahwa tato tradisional Dayak Iban menjadi salah satu jenis tato tertua didunia. Ia menjelaskan pula bahwa makna dan fungsi tato adalah sakral karena dianggap sebagai ritual.

“Masyarakat Iban menganggap tato sebagai simbol sehingga penempatannya pada tubuh tidak dapat diletakkan di sembarang tempat,” ujarnya.

Berbicara tentang tato pada masyarakat Dayak Iban Sungai Utik, terdapat beberapa motif yang ada dan kerap dibuat hingga saat ini. Motif tersebut diantaranya Ukir Dekuk, Bunga Terong, Ketam Itit, Kelingai, Bunga Tengkawang, Bunga Engkabang, Buah engkabang, Suit serta Buah Andu.

Tato Dayak Iban mayoritas berwarna hitam dan sederhana. Walaupun demikian, makna yang ada didalamnya sangatlah besar. Tato adalah bagian dari nilai tradisional sehingga bernilai sakral dan spiritual, selain itu tato juga merupakan bentuk identitas dan bentuk pencapaian seperti pada motif Tegulun yang biasa dibuat pada sendi jari-jari baik laki2 dan perempuan.

Dalam proses mentato, terdapat beberapa alat yang biasanya digunakan. Seperti diantaranya Joran atau tempat melilitkan jarum, Malo atau alat memukul jarum, tinta tato, vaselin untuk mendinginkan serta detil untuk mencuci.

Pada zaman dahulu, tinta dibuat dari asap pelita yang diambil dicampur air gula dan disimpan. Semakin lama disimpan maka kualitasnya akan semakin baik. Namun seiring kemajuan zaman, kini tinta masyarkat Dayak Iban Sungai Utik telah menggunakan tinta yang lebih modern .

Tradisi mentato sudah ada sejak berabad lalu. Menurut cerita, dahulu ada orang Iban yang bertemu orang kayangan sedang mentato sehinga orang Iban tersebut mengerti tentang pengetahuan mentato. Pengetahuan tentang tato tersebut kemudan disampaikan secara lisan turun temurun. 

Semua yang sudah memiliki kemampuan dipersilahkan untuk melakukan tato. Walau demikian, seiring dengan perkembangan pendidikan dan lain sebagainya maka disarankan untuk melakukan tato pada usia 17 tahun ke atas.

Bersama Apay Janggut, Tuan Rumah dan Sesepuh Dayak Iban Sungai Utik

Tidak hanya laki-laki, perempuan juga diperbolehkan mentato dirinya. Motif untuk perempuan bernama Tumpak Lengan. Melambangkan bahwa dirinya kreatif dalam menjalankan aktifitas adat seperti menenun dan lain sebagainya. Dahulu perempuan menato bunga terong di sekitar payudara.

Ritual yang dilakukan ketika hendak melakukan tato bunga terong dilakukan dengan ritual ukir dego'. Sebelumnya harus dego' atau memberi adat kepada penato. Penato akan mencicipi garam guna memperkuat jiwa agar sama-sama kuat.

Hingga kini, tato tradisional ini terus lestari dan menjadi simbol kebanggan bagi masyarakat Dayak Iban Sungai Utik. Bentuk kearifan yang harus senantiasa dijunjunjung sampai kapanpun.

Tidak ada komentar