BujangAdau - Terlihat
sebuah perahu tengah berada ditepian sungai, tak jauh terlihat pula seorang
lelaki renta yang sedang menombak ikan sambil membawa keranjang kecil yang
diikatkannya pada pinggang. Selesai menombak, tidak lupa dipasangnya sebuah
bubu yang terbuat dari anyaman bambu pada salah satu sisi sungai dan kemudian
ia kembali pada perahunya untuk bergegas pulang.
Dahulu
kala, hiduplah seorang lelaki tua yang tinggal bersama anak lelakinya. Ia tak
lagi memiliki seorang istri karena telah meninggal dunia. Hidup berdua tidak
membuat mereka bersedih, hari-hari dilalui dengan sukacita dan bahagia. Mereka
gemar mencari ikan bersama, bermodalkan sebuah perahu dan seperangkat bubu
mereka selalu pergi setiap harinya guna menelusuri sungai dengan semangat yang
membara.
Setiap
hari, mereka selalu mendapatkan ikan yang melimpah. Hal ini karena kondisi
sungai yang masih terjaga. Ikan-ikan besar dan udang sangat mudah di dapat.
Namun, hal ini harus dibayar dengan tetes keringat dan teriknya matahari
mengingat ikan dan udang disungai tersebut justru akan mudah ditangkap saat
siang hari.
Setelah
tangkapan dirasa cukup, mereka akan segera pergi ke pasar untuk menjual
ikan-ikan tersebut. Pekerjaan inilah yang selama ini mereka lakukan agar dapat
memperoleh uang untuk terus bertahan hidup.
Hari
demi hari berlalu, sang anak pun perlahan terus tumbuh dan berkembang. Melihat
sang ayah yang semakin tua namun tetap harus membanting tulang mencari ikan
untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sang akan pun merasa iba.
Mengingat usianya yang bukan lagi anak-anak, ia merasa bahwa sudah saatnya ia
mencari pekerjaan yang lebih baik. Maka dari itu, ia pun memutuskan untuk
merantau.
Malam
itu cuaca amatlah dingin, suara angin masih terdengar sahut-sahutan menghempas
pepohonan. Rintik hujan terus mengguyur menyisakan basah di bumi. Dari dalam
kamar sederhana, sang anak mulai memberanikan diri membuka pembicaraan guna
menyampaikan maksudnya.
“Pak. Sepertinya sudah waktunya aku
berangkat. Mencari penghidupan yang lebih baik untuk diriku sendiri dan juga
bapak,” Sang anak membuka pembicaraan.
“Hendak kemana engkau, anakku?,”
Jawab sang bapak sedikit kaget.
“Mencari pengalaman pak, juga
penghidupan yang lebih baik. Bapak sudah tua, beristirahatlah biar aku yang
bekerja,” jawab sang anak.
“Apa rencanamu?” sang bapak mulai
penasaran.
“Aku akan mencari desa yang
penduduknya bertani. Saat ini mendapatkan ikan sudah mulai sulit, hasilnya juga
tidak seberapa untuk kita berdua. Dengan bertani aku berharap dapat mendapatkan
hasil panen melimpah nanti untuk kemudian dijual ke pasar,” sang anak
meyakinkan.
“Baik, pergilah jika itu mau mu.
Semoga Tuhan menjaga mu dan selalu memberikan kemudahan dalam setiap langkah
mu,” si renta itu pun pasrah dan mengijinkan.
Keesokan
harinya, pagi-pagi sekali saat ayam jantan baru saja berkokok serta embun tebal
masih berselimut. Sang anak sudah siap dengan perbekalannya. Selain beberapa
helai pakaian yang ia bungkus dengan sebuah kain, tak lupa dibawanya sebuah
sumpit yang menjadi benda kesayangannya. Sumpit ini selalu ia bawa kemanapun
saat ia hendak berpergian setiap harinya.
Terik
matahari perlahan mulai terasa menyengat, setelah berpamitan dengan sang ayah,
sang anak pun lantas mendayung perahunya dengan sekuat tenaga, dalam benaknya
terus berbersit untuk segera menemukan tempat yang ia tuju, sebuah desa yang
mayoritas penduduknya bertani. Sebelumnya, ia tak banyak tahu tentang ilmu
pertanian, maka dari itu dengan mencari daerah yang penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani, ia berharap dapat banyak belajar dan
memperoleh ilmu tentang teknik pertanian.
Hingga
langit mulai gelap, ia masih saja terombang ambing di sungai ditengah hutan.
Dalam benaknya terus berfikir apakah ia harus terus meneruskan perjalanan atau
beristirahat sejenak. Akhirnya setelah melalui berbagai pertimbanagan ia pun
memutuskan untuk beristirahat. Diikatnya perahu pada sebuah tonggak dan iapun
bermalam di dalam hutan malam itu.
“Oh Tuhan, lindungilah diriku dari
segala bahaya yang mungkin saja dapat mengintai,” harapnya dalam hati.
Sesungguhnya
ada rasa cemas dalam hatinya karena harus bermalam seorang diri di tengah hutan
malam itu. Ia berteduh pada sebuah pondok yang sudah tidak ada penghuni nya
lagi. Letaknya persis di pinggir sungai tidak jauh dari tempat ia mengikat
perahunya tadi. Konon, karena pernah dijadikan sebagai tempat bermalam, sungai
itu kemudian dikenal sebagai Sungai Semalam.
Keesokan
harinya ia pun melanjutkan perjalanannya, penuh dengan semangat terus di
kayuhnya perahu agar tetap terus melaju. Saat matahari terus meninggi, ia pun
mulai lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Sambil beristirahat,
dimainkannya sumpit yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
Cuitan
burung hutan terdengar merdu, terus sahut-sahutan satu sama lain memecahkan rimbunnya
pepohonan yang ada dan membuat pemuda ini ingin menyumpit, melakukan hobi yang
kerap ia kerjakan disela menanggap ikan saat masih bersama ayah nya dahulu.
Terdapat
sebuah burung yang menarik perhatiannya, ia pun lantas menyiapkan sumpit dan bersiap-siap
untuk segera membidik. Namun, burung itu pun terbang berpindah dari satu tempat
ke tempat lainnya, hingga akhirnya iapun bertengger pada sebuah batu yang ada
di dekat air terjun.
“Kali ini tidak boleh lolos, aku
pasti akan mendapatkannya,” gumam pemuda itu penuh keyakinan.
Namun,
saat baru saja hendak menyumpit burung tersebut, ia melihat seorang wanita yang
tengah mencuci pakaian di sekitar tempat tersebut. Rambutnya yang panjang dan
berkulit putih membuat pemuda tersebut seakan enggan untuk berkedip. Ketika
wanita tersebut hendak pulang, pemuda ini pun memberanikan diri untuk
berkenalan.
“Hendak kemana engkau gerakan?” ucap
nya memberanikan diri.
“Aku hendak pulang,” jawabnya sambil
tersenyum.
Melihat
senyum manis wanita tersebut, ia pun jatuh hati. Setelah tak berkenalan ia pun
menyatakan perasaannya dan mengatakan bahwa ia menyukai wanita tersebut dan
berniat untuk menajdikannya seorang istri.
“Maukah engkau menjadi istri ku?”
“Bukankah kita baru saja mengenal,
aku tidak bisa memutuskan sekarang. Sebaiknya mari ikut aku pulang dan
bertanyalah pada orang tuaku apakah mereka merestui kita,”
“Baiklah,”
Tidak
jauh dari air terjun itu terdapatlah sebuah perkampungan, mereka terus
melanjutkan perjalanan sambil berjalan kaki meyusuri jalanan setapak menuju
rumah wanita tersebut. Hingga akhirnya, sampailah mereka pada sebuah rumah yang
di huni oleh keluarga wanita tersebut. Setelah berkenalan, pemuda itupun
langsung menyampaikan niatnya untuk meminang wanita yang telah membuatnya jatuh
cinta tersebut.
“Bagaimana engkau ingin meminang,
sedangkan kalian baru saja bertemu,” sergap sang ibu bertanya.
“Saya menyukai anak ibu, dan saya
berjanji akan menjaganya serta selalu membuat ia bahagia,” jawab pemuda
tersebut meyakinkan.
Melihat
ketulusan si pemuda, sang ibu dari wanita tersebut pun merestui. Pada hari itu
juga, digelarlah pesta perkawinan dengan adat dan tradisi di kampung tersebut.
Karena bertemu di sebuah air terjun saat sedang menyumpit, maka air terjun
itupun kemudian dikenal dengan Air Terjun Sumpit.
Hingga
saat ini, ait terjun ini masih dapat ditemui di Desa Sumpit, Kecamatan Sekadau
Hilir, Kabupaten Sekadau. Selain keindahan air terjun, di bagian bawah air
terjun juga terdapat sebuah goa yang diberi nama Goa Ratu Kudung. Konon, goa
ini dahulu digunakan sebagai tempat bertapa oleh Ratu Kudung yang saat itu
tersisih dari Kerajaan Sekadau. Goa ini kabarnya juga tembus sampai pada Goa
Lawang Kuari.
cerita rakyatnya berakhir bahagia ya, kalau kakak sudah pernah ke air terjun ini? kayanya menyenangkan
BalasHapusSudah kak, air terjun nya enak banget suasana nya. Betah kalau main kesana
HapusJadi tau tentang air terjun di desa sumpit, bolehla jadi destinasi liburan ntar hihi
BalasHapusAyo main ke Kalbar makanya kak. Tar aku ajakin kesana
HapusBoleh deh ini jadi destinasi wisata :)
BalasHapusWajib sih kak, nyaman dan sejuk banget soal nya main kesana
HapusBelum pernah ke air terjun sumpit, jadi tidak tau bagaimana air terjunnya. Wah, tapi ceritanya menarik ya. Seorang pemuda yang bertemu wanita dan dijadikan nama air terjun. Oh iya, itu pria atau wanitanya apakah ada sesuatu yang terjadi setelah menikah? Atau wanitanya ternyata jelmaan malaikat? Hehe
BalasHapusHaha ada ada aja kakak
HapusCerta spt ini Bagus dilestarikan ya..agar nggak hilang sejarahnya. Dan air terjunnya pun mjd lebih terekspos.
BalasHapusIya kak, soalnya jaman skrg banyak yg udah lupa sama hal kaya gini
HapusAku baru tau cerita ini kak, keren ya, happy ending gitu..
BalasHapusThanks kak infonya..
Sama sama kakak
HapusWah menginspirasi yaa.. endingnya nyeneningin wkwk.
BalasHapuskayaknya kalo ke air terjunnya seru nih
Baru tau sama air terjun ini, bakal masuk list liburan nihh
BalasHapusDuh, gegara cerita ini, kan jadi menambah list kunjungan.
BalasHapusSementara dompet gak bersahabat. Fyuuh.
Keren Kak. Penyampaiannya bikin aku Kek ngidam air terjun😂